Minggu, 20 Juli 2014
JiKTI
19.57
Sosial
MEMPERKUAT EKSISTENSI
JiKTI: Sebuah Gagasan
Agussalim
Focal Point JiKTI Sulawesi Selatan / Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS
Transformasi berkelanjutan JiKTI
Jika ditelusuri ke belakang, ide dan gagasan pembentukan Jaringan
Peneliti Kawasan Timur Indonesia (disingkat JiKTI) sesungguhnya bermula dari sekedar
keinginan untuk mendorong pertukaran informasi mengenai hasil-hasil penelitian
yang telah dan sedang dilakukan di KTI. Gagasan
ini lahir atas kesadaran bahwa penelitian dan kajian tentang pembangunan KTI
sesungguhnya sudah banyak dilakukan, namun tidak pernah dikonsolidasi dan
disebarluaskan. Selanjutnya untuk mengefektifkan kerja jaringan, dibentuklah Focal
Point (FP) di setiap provinsi wilayah KTI yang tugasnya mengidentifikasi,
mengumpulkan dan mengkonsolidasikan hasil-hasil penelitian yang mungkin berguna
bagi kemajuan KTI dan kemudian menyebarluaskannya di komunitas JiKTI dan
penggiat pembangunan KTI.
Dalam perkembangan berikutnya, muncul keinginan untuk lebih memperkuat
kelembagaan JiKTI seiring dengan trend positif JiKTI. Berbagai upaya pun
terus dilakukan, terutama menyangkut penataan struktur organisasi, peningkatan
kapasitas peneliti, perbaikan mekanisme kerja, dan sebagainya. Ini dirasakan penting
mengingat peran dan fungsi JiKTI dalam mendorong peningkatan kuantitas, kualitas
maupun penyebaran hasil-hasil kajian masih dianggap belum optimal. Hasil-hasil
penelitian belum sepenuhnya mampu menjadi rujukan dan referensi penting bagi
pengambil kebijakan. Hasil penelitian tersebut juga belum sanggup dinaikkan ke
level publikasi internasional.
Harapan dan tuntutan terhadap JiKTI terus berlanjut. Salah satu wacana
yang berkembang di dalam internal JiKTI beberapa waktu yang lalu adalah
bagaimana mendorong JiKTI untuk memproduksi kajian-kajian akademik, studi-studi
empiris, telaahan-telaahan kebijakan, dan rekomendasi-rekomendasi program, yang
nantinya menjadi input bagi perumusan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan
isu-isu pembangunan KTI. Untuk sampai pada posisi ini, JiKTI diharapkan dapat
mendorong upaya-upaya kolaboratif di antara para peneliti di KTI untuk mengisi
kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil-hasil
penelitian. Tuntutan
ini lebih menghendaki JiKTI untuk berperan sebagai produsen yang menghasilkan produk-produk
pengetahuan (supply side).
Pandangan-pandangan
terkini mengenai JiKTI, lebih menghendaki agar JiKTI memposisikan diri dan
memerankan fungsi sebagai intermediary
antara supply side dan demand side. JiKTI diharapkan dapat
berperan sebagai advokator hasil-hasil penelitian dan kajian kepada para
pengambil kebijakan pada semua level pemerintahan, dengan memanfaatkan
hasil-hasil kajian yang telah ada. Ini dianggap pilihan yang cukup realistik dan
rasional, setidaknya untuk saat ini, mengingat JiKTI memiliki berbagai
keterbatasan, baik dari sisi kapasitas kelembagaan, kualitas sumberdaya
peneliti, maupun dukungan anggaran.
Pencapaian dan Masalah yang Masih Tersisa
Dalam beberapa tahun terakhir, JiKTI mengalami perkembangan yang cukup
signifikan, meskipun tidak sepenuhnya dapat disebut akseleratif. Jika dirunut,
pencapaian kuantitatif JiKTI, antara lain, pertukaran informasi melalui mailing-list, penerbitan data-base atau direktori peneliti, hasil
penelitian, dan institusi peneliti di KTI (meskipun belum mengalami proses up-dating dalam dua tahun terakhir), penerbitan
Statuta JiKTI, penerbitan Rencana Strategis JiKTI, penyelenggaraan berbagai workshop (misalnya, metodologi
penelitian, penulisan policy brief,
dll), penerbitan policy paper, sosialisasi
JiKTI di berbagai daerah, dan perumusan pandangan-pandangan JiKTI mengenai pembangunan
KTI untuk diakomodir di dalam rancangan RPJMN Nasional.
Perkembangan yang cukup signifikan dalam dua tahun terakhir adalah
pemberian research grant kepada
peneliti muda dalam bentuk hibah kompetisi. Antusiasme dan minat para
peneliti muda tampak cukup besar yang ditunjukkan oleh meningkatnya secara
tajam jumlah proposal yang diikutkan dalam kompetisi. Pada tahun 2013, jumlah
proposal hanya sekitar 36 buah dan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2014.
Ini sedikitnya menunjukkan dua hal: (1) minat meneliti di kalangan peneliti
muda terus meningkat; dan (2) keberadaan JiKTI semakin dikenal, setidaknya di
kalangan para peneliti muda.
Meskipun demikian, JiKTI tampaknya masih diperhadapkan pada beberapa
masalah. Menurut penulis, JiKTI sedikitnya masih menghadapi tiga masalah, yaitu:
Pertama, mekanisme kerja yang belum sepenuhnya clear. Sebagai sebuah kelembagaan yang bertumpu
pada “jejaring”, mekanisme kerja JiKTI tentu saja sangat spesifik dan tidak seharusnya
mengikuti pola kerja struktur formal. Ketika JiKTI belum mampu merumuskan mekanisme
kerja yang ideal dan sesuai dengan keunikannya, maka hal ini akan berpengaruh
terhadap produktivitas dan kinerja JiKTI.
Kedua, eksistensi Focal Point (FP). Seluruh FP
memiliki aktivitas utama (baca: pekerjaan tetap), dan karena itu, bagi FP,
JiKTI diposisikan tidak lebih dari sekedar aktivitas sampingan. Akibatnya,
waktu dan energi yang dicurahkan FP untuk JiKTI menjadi amat terbatas.
Masalahnya menjadi pelik, karena belum ada instrumen yang bisa “memaksa” para FP
untuk bekerja secara optimal bagi kepentingan JiKTI.
Ketiga, keterbatasan sumberdaya. JiKTI tidak memiliki
sumberdaya yang memadai untuk mengeksekusi berbagai program dan kegiatan.
Satu-satunya sumberdaya yang dimiliki JiKTI adalah FP yang tersebar di 12
provinsi di KTI. Dukungan dari berbagai pihak, terutama lembaga donor
internasional, sulit dimobilisasi, bukan hanya karena belum meyakinkannya
kelembagaan JiKTI, tetapi juga karena sulitnya membangun kolaborasi yang
efektif antar sesama FP dan peneliti.
Arah Penguatan JiKTI Ke Depan
Jika JiKTI ingin dijadikan sebagai sebuah entitas yang berkontribusi
signifikan bagi kemajuan pembangunan KTI, pembenahan harus dilakukan pada tiga hal
pokok, yaitu:
- Pembenahan Internal. Upaya pembenahan pertama-tama harus dilakukan pada penataan kelembagaan.
Struktur organisasi, mekanisme kerja, aturan main, dan kapasitas sumberdaya, perlu
terus ditinjau, dievaluasi, dan dikembangkan. Mekanisme koordinasi antara JiKTI,
baik dengan Yayasan BaKTI maupun dengan Pokja Forum KTI dan Forum Kepala
Bappeda, juga perlu terus diperbaharui untuk menemukan pola relasi yang ideal. Tanpa
pembenahan dan penataan kelembagaan, sulit mengharapkan JiKTI berkembang kearah
yang diharapkan.
- Penguatan Peran. Dalam beberapa dokumen JiKTI, disebutkan bahwa peran utama JiKTI
adalah membangun, memperkuat, dan mengembangkan kemitraan,
serta mendorong upaya-upaya peningkatan kapasitas peneliti KTI.
Melalui FP, diharapkan peran tersebut dapat dioperasionalkan di masing-masing provinsi. Jika
dicermati, perspektif ini sesungguhnya lebih berkonotasi activity-based (berbasis aktifitas). Bagi penulis, perspektif ini
tidak sepenuhnya ideal bagi JiKTI. Arah strategis JiKTI di masa depan sebaiknya
berorientasi outcomes-based (berbasis
hasil). Dengan perspektif outcomes-based,
keberhasilan JiKTI dinilai dari seberapa produktif JiKTI menghasilkan produk
yang benar-benar digunakan sebagai input dalam perumusan kebijakan, seberapa
efektif JiKTI mampu mempengaruhi arah kebijakan pembangunan, seberapa kuat
JiKTI mampu memperjuangkan agar pengetahuan dan hasil-hasil penelitian menjadi
dasar bagi pengambilan keputusan, dan seterusnya. Bagi penulis, posisi ideal
semacam inilah yang seyogyanya menjadi orientasi dan arah strategis JiKTI di
masa depan.
- Perluasan Jejaring dan Kemitraan. Sebagai sebuah entitas yang berbasis jejarng, perluasan dan pengembangan jejaring di
masing-masing lokus FP menjadi sebuah keniscayaan. Jejaring dimaksud tidak
hanya sekedar claim sepihak dari
masing-masing FP, tapi benar-benar riil dan dapat dimobilisasi. Pemetaan
kompetensi dan minat para peneliti di setiap provinsi juga perlu dilakukan
untuk memberikan gambaran mengenai wajah komunitas peneliti di KTI. Pada saat
yang sama, JiKTI perlu membangun dan mengembangan kemitraan dengan berbagai
pihak, terutama lembaga donor internasional, pemerintah (pusat dan daerah), dunia
usaha, perguruan tinggi, dan lembaga think
tank. Kemitraan tersebut diperlukan JiKTI untuk memperkuat kelembagaan,
meningkatkan kapasitas peneliti (misalnya, melalui kegiatan joint-research, pertukaran tenaga
peneliti, dll.), mengeksekusi kegiatan penelitian, dan memperoleh dukungan
sumberdaya..
Makassar, Awal Juli 2014