Minggu, 20 Juli 2014

JiKTI



MEMPERKUAT EKSISTENSI JiKTI: Sebuah Gagasan

Agussalim

Focal Point JiKTI Sulawesi Selatan / Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS



Transformasi berkelanjutan JiKTI
Jika ditelusuri ke belakang, ide dan gagasan pembentukan Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (disingkat JiKTI) sesungguhnya bermula dari sekedar keinginan untuk mendorong pertukaran informasi mengenai hasil-hasil penelitian yang telah dan sedang dilakukan di KTI.  Gagasan ini lahir atas kesadaran bahwa penelitian dan kajian tentang pembangunan KTI sesungguhnya sudah banyak dilakukan, namun tidak pernah dikonsolidasi dan disebarluaskan. Selanjutnya untuk mengefektifkan kerja jaringan, dibentuklah Focal Point (FP) di setiap provinsi wilayah KTI yang tugasnya mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengkonsolidasikan hasil-hasil penelitian yang mungkin berguna bagi kemajuan KTI dan kemudian menyebarluaskannya di komunitas JiKTI dan penggiat pembangunan KTI.
Dalam perkembangan berikutnya, muncul keinginan untuk lebih memperkuat kelembagaan JiKTI seiring dengan  trend positif JiKTI. Berbagai upaya pun terus dilakukan, terutama menyangkut penataan struktur organisasi, peningkatan kapasitas peneliti, perbaikan mekanisme kerja, dan sebagainya. Ini dirasakan penting mengingat peran dan fungsi JiKTI dalam mendorong peningkatan kuantitas, kualitas maupun penyebaran hasil-hasil kajian masih dianggap belum optimal. Hasil-hasil penelitian belum sepenuhnya mampu menjadi rujukan dan referensi penting bagi pengambil kebijakan. Hasil penelitian tersebut juga belum sanggup dinaikkan ke level publikasi internasional.
Harapan dan tuntutan terhadap JiKTI terus berlanjut. Salah satu wacana yang berkembang di dalam internal JiKTI beberapa waktu yang lalu adalah bagaimana mendorong JiKTI untuk memproduksi kajian-kajian akademik, studi-studi empiris, telaahan-telaahan kebijakan, dan rekomendasi-rekomendasi program, yang nantinya menjadi input bagi perumusan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan isu-isu pembangunan KTI. Untuk sampai pada posisi ini, JiKTI diharapkan dapat mendorong upaya-upaya kolaboratif di antara para peneliti di KTI untuk mengisi kebutuhan kebijakan dan perencanaan pembangunan agar bertumpu pada hasil-hasil penelitian. Tuntutan ini lebih menghendaki JiKTI untuk berperan sebagai produsen yang menghasilkan produk-produk pengetahuan (supply side).
Pandangan-pandangan terkini mengenai JiKTI, lebih menghendaki agar JiKTI memposisikan diri dan memerankan fungsi sebagai intermediary antara supply side dan demand side. JiKTI diharapkan dapat berperan sebagai advokator hasil-hasil penelitian dan kajian kepada para pengambil kebijakan pada semua level pemerintahan, dengan memanfaatkan hasil-hasil kajian yang telah ada. Ini dianggap pilihan yang cukup realistik dan rasional, setidaknya untuk saat ini, mengingat JiKTI memiliki berbagai keterbatasan, baik dari sisi kapasitas kelembagaan, kualitas sumberdaya peneliti, maupun dukungan anggaran. 
Pencapaian dan Masalah yang Masih Tersisa
Dalam beberapa tahun terakhir, JiKTI mengalami perkembangan yang cukup signifikan, meskipun tidak sepenuhnya dapat disebut akseleratif. Jika dirunut, pencapaian kuantitatif JiKTI, antara lain, pertukaran informasi melalui mailing-list, penerbitan data-base atau direktori peneliti, hasil penelitian, dan institusi peneliti di KTI (meskipun belum mengalami proses up-dating dalam dua tahun terakhir), penerbitan Statuta JiKTI, penerbitan Rencana Strategis JiKTI, penyelenggaraan berbagai workshop (misalnya, metodologi penelitian, penulisan policy brief, dll), penerbitan policy paper, sosialisasi JiKTI di berbagai daerah, dan perumusan pandangan-pandangan JiKTI mengenai pembangunan KTI untuk diakomodir di dalam rancangan RPJMN Nasional.
Perkembangan yang cukup signifikan dalam dua tahun terakhir adalah pemberian research grant kepada peneliti muda dalam bentuk hibah kompetisi. Antusiasme dan minat para peneliti muda tampak cukup besar yang ditunjukkan oleh meningkatnya secara tajam jumlah proposal yang diikutkan dalam kompetisi. Pada tahun 2013, jumlah proposal hanya sekitar 36 buah dan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2014. Ini sedikitnya menunjukkan dua hal: (1) minat meneliti di kalangan peneliti muda terus meningkat; dan (2) keberadaan JiKTI semakin dikenal, setidaknya di kalangan para peneliti muda.
Meskipun demikian, JiKTI tampaknya masih diperhadapkan pada beberapa masalah. Menurut penulis, JiKTI sedikitnya masih menghadapi tiga masalah, yaitu:
Pertama, mekanisme kerja yang belum sepenuhnya clear. Sebagai sebuah kelembagaan yang bertumpu pada “jejaring”, mekanisme kerja JiKTI tentu saja sangat spesifik dan tidak seharusnya mengikuti pola kerja struktur formal.   Ketika JiKTI belum mampu merumuskan mekanisme kerja yang ideal dan sesuai dengan keunikannya, maka hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas dan kinerja JiKTI.
Kedua, eksistensi Focal Point (FP). Seluruh FP memiliki aktivitas utama (baca: pekerjaan tetap), dan karena itu, bagi FP, JiKTI diposisikan tidak lebih dari sekedar aktivitas sampingan. Akibatnya, waktu dan energi yang dicurahkan FP untuk JiKTI menjadi amat terbatas. Masalahnya menjadi pelik, karena belum ada instrumen yang bisa “memaksa” para FP untuk bekerja secara optimal bagi kepentingan JiKTI.
Ketiga, keterbatasan sumberdaya. JiKTI tidak memiliki sumberdaya yang memadai untuk mengeksekusi berbagai program dan kegiatan. Satu-satunya sumberdaya yang dimiliki JiKTI adalah FP yang tersebar di 12 provinsi di KTI. Dukungan dari berbagai pihak, terutama lembaga donor internasional, sulit dimobilisasi, bukan hanya karena belum meyakinkannya kelembagaan JiKTI, tetapi juga karena sulitnya membangun kolaborasi yang efektif antar sesama FP dan peneliti.
Arah Penguatan JiKTI Ke Depan
Jika JiKTI ingin dijadikan sebagai sebuah entitas yang berkontribusi signifikan bagi kemajuan pembangunan KTI, pembenahan harus dilakukan pada tiga hal pokok, yaitu:
-  Pembenahan Internal. Upaya pembenahan pertama-tama harus dilakukan pada penataan kelembagaan. Struktur organisasi, mekanisme kerja, aturan main, dan kapasitas sumberdaya, perlu terus ditinjau, dievaluasi, dan dikembangkan. Mekanisme koordinasi antara JiKTI, baik dengan Yayasan BaKTI maupun dengan Pokja Forum KTI dan Forum Kepala Bappeda, juga perlu terus diperbaharui untuk menemukan pola relasi yang ideal. Tanpa pembenahan dan penataan kelembagaan, sulit mengharapkan JiKTI berkembang kearah yang diharapkan.
-    Penguatan Peran. Dalam beberapa dokumen JiKTI, disebutkan bahwa peran utama JiKTI adalah membangun, memperkuat, dan mengembangkan kemitraan, serta mendorong upaya-upaya peningkatan kapasitas peneliti KTI. Melalui FP, diharapkan peran tersebut dapat dioperasionalkan di masing-masing provinsi. Jika dicermati, perspektif ini sesungguhnya lebih berkonotasi activity-based (berbasis aktifitas). Bagi penulis, perspektif ini tidak sepenuhnya ideal bagi JiKTI. Arah strategis JiKTI di masa depan sebaiknya berorientasi outcomes-based (berbasis hasil). Dengan perspektif outcomes-based, keberhasilan JiKTI dinilai dari seberapa produktif JiKTI menghasilkan produk yang benar-benar digunakan sebagai input dalam perumusan kebijakan, seberapa efektif JiKTI mampu mempengaruhi arah kebijakan pembangunan, seberapa kuat JiKTI mampu memperjuangkan agar pengetahuan dan hasil-hasil penelitian menjadi dasar bagi pengambilan keputusan, dan seterusnya. Bagi penulis, posisi ideal semacam inilah yang seyogyanya menjadi orientasi dan arah strategis JiKTI di masa depan.
-    Perluasan Jejaring dan Kemitraan. Sebagai sebuah entitas yang berbasis jejarng,  perluasan dan pengembangan jejaring di masing-masing lokus FP menjadi sebuah keniscayaan. Jejaring dimaksud tidak hanya sekedar claim sepihak dari masing-masing FP, tapi benar-benar riil dan dapat dimobilisasi. Pemetaan kompetensi dan minat para peneliti di setiap provinsi juga perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai wajah komunitas peneliti di KTI. Pada saat yang sama, JiKTI perlu membangun dan mengembangan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama lembaga donor internasional, pemerintah (pusat dan daerah), dunia usaha, perguruan tinggi, dan lembaga think tank. Kemitraan tersebut diperlukan JiKTI untuk memperkuat kelembagaan, meningkatkan kapasitas peneliti (misalnya, melalui kegiatan joint-research, pertukaran tenaga peneliti, dll.), mengeksekusi kegiatan penelitian, dan memperoleh dukungan sumberdaya..

Makassar, Awal Juli 2014